Mengatasi Gap diantara Dunia Perkuliahan dengan Kebutuhan Industri

Indah Yunita
4 min readJan 24, 2021

--

Halo, apa kabar? kali ini saya ingin menulis tentang gap antara dunia perkuliahan dengan kebutuhan di industri. Tulisan ini terinspirasi dari bahasan tadi sore bersama salah seorang teman tentang apakah perusahaan selalu memandang latar belakang kampus sebagai filter awal dalam mencari pegawai dan bagaimana usaha kita jika memang kita bukan lulusan dari kampus terbaik.

Ternyata, beberapa lowongan pekerjaan memang mempersyaratkan akreditasi kampus atau jurusan untuk seleksi awal penerimaan pegawai. Misalnya saja lowongan pekerjaan di Ditjen Aptika yang mempersyaratkan calon pegawai harus lulusan dari PTN berakreditasi A dengan IPK minimal 3,0. Kalian bisa melihat infonya disini.

Sebenarnya tak dapat kita pungkiri bahwa lulusan dari kampus top 3 di Indonesia memang rata-rata memiliki kualitas yang lebih baik dari lulusan kampus yang biasa-biasa saja, meskipun ini tidak menjamin 100%. Mengapa begitu? karena memang pada seleksi awal ketika masuk kampus, Universitas sudah menyeleksi terlebih dahulu calon mahasiswanya. Universitas yang memang kualitasnya bagus biasanya akan menjadi incaran banyak calon mahasiswa. Oleh karena itu, untuk masuk dan berkuliah disana tentunya akan dipilih calon mahasiswa yang memiliki tingkat intelegensia yang lebih tinggi diantara pesaingnya. Selain itu, lingkungan belajar universitas terbaik di Indonesia juga mendukung mahasiswanya untuk berkembang. Tugas-tugas dan project disana lebih menempa hard skill maupun soft skill mereka lebih baik lagi. Lingkungan pergaulan Universitas top 3 yang kompetitif alias ambis (dalam hal positif dan dengan cara yang sehat) tentu juga memengaruhi perkembangan diri mereka.

Namun, hal tersebut tidak dapat dijadikan satu-satunya indikator utama dari kualitas seseorang. Seperti yang saya bilang diatas tadi bahwa jaminanya tidak 100%. Artinya, masih ada anak-anak yang berkuliah di kampus biasa namun potensinya tidak kalah dari lulusan universitas top 3 di Indonesia. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana cara kita yang berasal dari kampus biasa untuk dapat bersaing dengan lulusan universitas terbaik untuk masuk dunia kerja nanti?

Pertama, yang harus disepakati disini adalah mau tak mau kita tak dapat mengandalkan nama kampus untuk mencari kerja. Sehingga, kita harus mencari lowongan pekerjaan yang indikator utamanya adalah skill dari pelamar bukan latar belakang kampusnya. Masih banyak kok lowongan pekerjaan yang mengutamakan skill dari calon pegawainya.

Lalu masalahnya, apakah skill kita sudah cukup mumpuni? Disadari atau tidak, sebenarnya terdapat gap yang cukup signifikan antara apa yang kita pelajari di dunia perkuliahan dengan kebutuhan industri. Kurikulum di dunia perkuliahan membuat kita untuk belajar berbagai bidang tetapi hanya secara garis besarnya saja. Misalnya saja pada bidang web, di perkuliahan kita hanya belajar dasar-dasarnya sedangkan kebutuhan di Industri sebenarnya lebih kompleks lagi seperti framework apa yang biasanya dipakai di perusahaan mereka, kemampuan menggunakan VCS seperti git, atau mungkin DBMS (Database Management System) apa yang digunakan (bisa saja DBMS yang digunakan oleh perusahaan berbeda dengan apa yang diajarkan saat kuliah).

Selain itu, trend teknologi dari tahun ke tahun akan semakin berkembang dan polanya tentu berubah. Jika kita hanya mengandalkan apa yang didapat dari kampus saja tentunya tidak akan cukup untuk bersaing di dunia kerja. Oleh karena itu, kita harus siap untuk terus belajar memperbaruhi ilmu dan kemampuan kita. Ngga ada yang namanya berhenti belajar ketika sudah lulus. Istilahnya, kita harus siap menjadi lifelong learner.

Karena apa yang didapat di kuliah tidak cukup untuk improve skill kita sebagai persiapan masuk dunia kerja, maka dari itu perlu kesadaran dari diri sendiri untuk mencari sumber-sumber belajar lain yang membantu mengembangkan skill. Zaman sekarang sudah banyak platform-platform belajar yang mendukung kita untuk memperoleh pengetahuan baru dan melatih skill misalnya saja dari coursera, dqlab, udemy, atau kalau mau yang gratisan di youtube sebenarnya juga banyak hal-hal yang bisa kita explore. Tinggal bagaimana kemauan kita saja.

Setelah memperdalam skill, kita juga perlu membuat portfolio. Perusahaan memerlukan bukti nyata dari kemampuan kita. Nah, bukti nyata tersebut bisa berupa karya-karya yang telah kita buat. Oleh karena itu, setelah memperdalam skill kita juga perlu membuat suatu karya yang berkaitan dengan skill tersebut dan mendokumentasikannya. Sekarang ini banyak kok media-media yang bisa menampung hasil karya kita. Misalnya saja platform medium untuk menampung tulisan-tulisan kita, dribble atau behance untuk menampung design, bahkan instagram sekarang juga dapat dimanfaatkan untuk branding hasil karya kita (daripada feed instagram isinya foto selfi doang yakann~).

Dengan cara-cara tersebut, harapannya gap antara dunia perkuliahan dan kebutuhan industri dapat diminimalisasi. Sehingga, nantinya akan dimiliki SDM-SDM yang mumpuni pada bidangnya masing-masing terlepas dari mana latar belakang kampusnya.

Sebagai catatan, memperdalam skill ini tidak hanya diperuntukkan oleh orang-orang yang berkuliah di kampus biasa saja. Orang-orang yang kini kuliah di kampus terbaikpun jangan sampai lengah, jangan sampai karena sudah berkuliah di kampus terbaik akhirnya jadi merasa bahwa nama kampusnya akan menjamin untuk mendapat pekerjaan dengan sangat mudah. Dari manapun kita, bagaimanapun latar belakang kita, dan sebesar apapun privilege yang kita punya jangan sampai membuat kita terlena dan lupa untuk terus meningkatkan kompetensi diri karena hal-hal tersebut tidak akan menjamin 100% untuk masa depan kita.

Oke, semoga artikel ini bermanfaat dan terima kasih untuk temanku yang sudah membuatku terinspirasi untuk nulis ini. :)

Ahad, 24 Januari 2021

22.21

--

--